MAKALAH
ASBAB WURUD AL-HADITS
Di susun untuk memenuhi
Mata kuliah : Ulumul Hadits 4
Dosen pengampu :
H. Mubarok, Lc. M,A
Di Susun oleh:
Afiyatul Azkia
(2031 111 007)
PRODI TAFSIR
HADITS
JURUSAN
USHULUDDIN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Hadits atau sunnah Nabi SAW dalam pandangan umat Islam merupakan
salah satu sumber ajaran Islam. Secara struktural ia menduduki posisi kedua
setelah al-Qur’an. Sedangkan secara fungsioanal ia merupakan bayan (penjelas)
terhadap al-Qur’an. Ini artinya ia mempunyai posisi yang sangat signifikan dan
strategis. Oleh sebab itu, kita sangat berkepentingan untuk menggali
butir-butir ajaran Islam yang tedapat dalam hadits-hadits tersebut,.
Namun demikian, nampaknya untuk mennggali dan memahami kandungan
makna dari suatu hadits secara “baik”, tidak semudah membalikkan telapak
tangan, jika enggan berkata sulit sekali. Oleh karena itu, mengetahui dan
memahami latar belakang munculnya suatu hadits atau asbabu wurud al-hadits
sagat diperlukan dalam rangka memahami dan mencari mutiara hikmah serta ide-ide
dasar dalam suatu hadits.
Dalam makalah ini akan dibahas sedikit tentang sabab wurud
al-hadits.
BAB II
PEMBAHASAN
ASBAB AL-WURUD
A.
PENGERTIAN ASBAB AL-WURUD
1.
Menurut Balqini
Sebagaimna dikutip dari pendapat Ibnu Daqiq al-‘Aid bahwa sebagian
ulama ahli hadits muta’akhorin mensyariatkan adanya disiplin ilmu sebab-sebab
adanya hadits, sebagaimana disiplin ilmu asbab an-Nuzul dalam al-Qur’an. Hal
ini menunjukkan bahwa pengertian sabab wurud al-hadits itu sama seperti
pengertian sabab nuzul al-Qur’an.
Sabab wurud menurut al-Balqani itu adalah hadits yang masuk dalam
kategori hadits qouliyyah, terkait hadits fi’liyyah dan taqririyah tidak masuk
dalam kategori sabab wurud.[1]
Hadits-hadits yang setelah masa nabi tidak bisa diberikan sebab
wurud.[2]
2.
Menurut al-Suyuti
أنّه ما يكون طريقا لتحديد المراد من الحديث
من عموم أو حصوص أو إطلاق أو تقييد أو نسخ أو نحو ذا لك
“Sesuatu yang
menjadi thariq (metode) untuk menentukan maksud suatu hadits yang
bersifat umum, atau khusus, mutlak atau muqayyad, dan untuk menentukan
ada tidaknya naskh (pembatalan) dalam suatu hadits.
Jika dilihat secara kritis, sebenarnya
definisi yang dikemukakan as-Suyuthi lebih mengacu kepada fungsi asbab murud
al-hadits, yakni untuk menentukan takhsis (pengkhusussan) dari yang ‘am (umum),
membatasi yang mutlaq, serta untuk menentukan ada tidaknya naskh mansukh dalam
hadits dan lain sebagainya.[3]
3.
Menurut Ibn Hamzah
Sebab-sebab yang dimana sebab itu mengikuti lafadz-lafadz yang
disampaikan Nabi di waktu tersebut, untuk menunjukkan perkara yang dilakukan.[4]
B.
PERBEDAAN ANTARA SABAB WURUD DENGAN
SABAB DAN ‘ILLAT DALAM USHUL FIQH
1.
Perbedaan antara sebab wurudul
hadits dan sebab menurut ushuliyyin
Pengertian sabab menurut ushuliyyin
Sesuatu yang dijadikan oleh syara’ supaya ditetapkan sebagai hukum
syara’, dengan tujuan agar ditemukan hukum sesuai dengan wujud hukumnya, dan
menghilangkan/ menghapuskan sesuatu yang bukan hukum.
Asbab menurut ushuliyyin itu di istinbatkan dari hadits, yang mana
jauh berbeda dari asbabul wurudul hadits.
Sebab menurut ushuliyyin itu lebih umum sedangkan sebab wurudul
hadits itu lebih khusus.[5]
2.
Perbedaan antara sabab wurud hadits
dan illat menurut ushul fiqh
Illat adalah sesuatu yang mensifati asal, yang hukumnya dibangun
oleh asal serta diketahuinya adanya sebuah hukumdi dalam cabangnya.
Contoh: sifat mabuk itu berawal dari khomr (asal), atas hal itu
maka khomr dihikumi haram dan diketahui wujud keharamannya disegala hal yang
memabukkan (far’u). Hal ini disandarkan pada “illat adalah sesuatu yang
diketahui untuk hukum dan dinamakan illat fokus terhadap hukum dan
sebab-sebabnya”.
Menurut musthafa az-Zarqa: illat adalah bagian khusus dari sebab.
Maksudnya sebab dzohir yang didalamnya dibangun sebuah hukum syariat –illat itu
sifat yang dijadikan oleh syariat secara fokus untuk menetapkan hukum,
sekiranya hukum yang jelas itu lebih jelas, dan yang samar bisa menjadi jelas.
Jadi, sabab wurud itu lebih umum dari pada illat, setiap illat
adalah sebab, dan sebab bukan illat. Ada hubungan antara sifat dan hukum. Sifat
itu illat.
Menurut Abu al-Baqo
sebab itu menghasilkan sesuatu sedang illat tidak menghasilkan. Sebab wurus itu
umum dan mencakup semuanya termasuk illat.[6]
C.
MACAM-MACAM SEBAB WURUD HADITS DAN CONTOHNYA
Menurut Imam
as-Suyuthi asbabul wurud itu bisa dikategorikan menjadi tiga macam:
1.
Sebab yang
berupa ayat al-Qur’an
Atinya disini ayat al-Qur’an menjadi penyebab Nabi SAW mengeluarkan
sabdanya. Contohnyaantara lain adalah firman Allah SWT yang berbunyi:
الَّذِينَ
آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الأمْنُ وَهُمْ
مُهْتَدُونَ
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan
iman mereka dengan kelaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat
keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S.
al-An’am: 82)
Ketika
itu sebagian sahabat memahami kata “azh-zhulmu” dengan pengertian al-jaur
yang berarti berbuat aniaya atau melanggar aturan. Nabi SAW kemudian
memeberikan penjelasan bahwa yang diaksud azh-zhulmu dalam firman
tersebut adalah asy-syirku yakni perbuatan syirik, sebagaimana yang
disebutkan dalam surat al-Luqman :
إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya
syirik itu merupakan kezhaliman yang besar.” (Q.S. al-Luqman: 13)
2.
Sebab yang berupa hadits
Artinya
pada waktu itu terdapat suatu hadits, namun sebagian sahabat merasa kesulitan
memahaminya, maka kemudian muncul hadits lain yang memberikan penjelasan
terhadap hadits tersebut. Contoh adalah hadits yang berbunyi :
إنَّالله تعا لى ملا ئكة فى الارض يَنْطِقُ
على اَلْسِنَة بنى أدم بما فى المرء من خير أو شر.
Sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi.
Yang dapat berbicara melalui mulut manusia mengenai kebaikan dan keburukan
seseorang.
Dalam memahami hadits tersebut, ternyata para sahabat
merasa kesulitan, maka mereka bertanya : Ya Rasul !, bagaimana hal itu dapat
terjadi ? makla nabi SAW menjelaskan lewat sabdanya yang lain, sebagaimna
hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik. Suatu ketika nabi SAW bertemu
dengan rombongan yang membawa jenazah. Para sahabat kemudian memeberikan pujian
terhadap jenazah tersebut, seraya bekata : “Jenazah itu baik”. Mendengar pujian
tersebut, maka nabi berkata: “wajabat” (pasti masuk surga) tiga kali.
Kemudian nabi SAW bertemu lagi dengan rombongan yang memebawa jenazah lain.
Ternyata para sahabat mencelanya, seraya berkata : “Dia itu orang jahat”.
Mendengar pernyataan itu, maka Nabi berkata : “Wajabat” (pasti masuk neraka).
Ketika mendengar komentar Nabi SAW yang demikian, maka
para sahaat bertanya: “Ya Rasul !, mengapa terhadap jenazah pertama engkau ikut
memuji sedangkan terhadap jenazah kedua tuan ikut mencelanya. Engkau katakan
kepada kedua jenazah tersebut: “wajabat” sampai tiga kali. Nabi
menjawab: Ya benar. Lalu Nabi berkata kepada Abu Bakar sesungguhnya Allah SWT
memeliki para malaikat di bumi. Melalui mulut merekalah, malaikat akan
menyatakan tentang kebaikan dan keburukan seseorang. (HR al-Hakim dan
al-Baihaqi).
Dengan demikian, yang dimaksud dengan para malaikat
Allah di bumi yang menceritakan tentang kebaikan keburukan seseorang adalah
para sahabat atau orang-orang yang mengatakan bahwa jenazah itu baik dan
jenazah itu jahat.
3. Sebab yang berupa perkara yang
berkaitan dengan para pendengar di kalangan sahabat
Sebagai contoh adalah persoalan yang berkaitan dengan
sahabat Syuraid bin Suwaid ats-Tsaqafi. Pada waktu Fath Makkah (pembukaan kota
Makkah) beliau pernah datang kepada Nabi SAW seraya berkata: “Saya bernazar
akan shalat di Baitul Maqdis. Mendengar pernyataan sahabat tersebut, lalu
Nabi bersabda: “Shalat disini, yakni masjidil haram itu lebih utama”. Nabi
SAW lalu bersabda “Demi Dzat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya,
seandainya kamu shalat disini (masjid al-Haram Makkah), maka sudah mencukupi
bagimu untuk mkemenuhi nazarmu”. Kemudian Nabi SAW bersabda lagi: “Shalat
di masjid ii, yaitu Masjid al-Haram itu lebih utama dari pada 100.000 kali
shalat di selain masjid al-Haram”. (H.R. Abdurrazzaq dalam kitab
al-Mushannafnya).[7]
BAB III
KESIMPULAN
Asbabul wurudul hadits
merupakan konteks historisitas yang melatarbelakangi munculnya suatu hadits. Ia
dapat berupa peristiwa atau pertanyaan yang terjadi pada saat hadits itu
disampaikan Nabi SAW. dengan lain ungkapan, asbabul wurud adalah faktor-faktor
yang melatarbelakangi munculnya suatu hadits.
Asababul wurud ada tiga. Yaitu,
sebab yang berupa ayat al-Qur’an, sebab yang berupa hadits, sebab yang berupa
perkara yang berkaitan dengan para pendengar dikalangan sahabat.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin,
Muhammad ‘Asri Zainul. 2006. Sabab Wurud al-Hadits (Dhowabith wa ma’ayir). Beirut:
Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah.
Munawar,
Said Agil Husin dan Abdul Mustaqim. 2001. Asbabul
Wurud Studi Kritis Hadis Nabi Pendekatan Sosio-Historis-Kontekstual. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset.
[1] Muhammad
‘Asri Zainul Abidin, Sabab Wurud al-Hadits (Dhowabith wa ma’ayir), cet-2
(Beirut: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, 2006) hlm 22
[2] Ibid hlm
26
[3] Said
Agil Husin Munawar dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud Studi Kritis Hadis Nabi Pendekatan
Sosio-Historis-Kontekstual, cet-1 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset,
2001) hlm 7-8
[4] Muhammad
‘Asri Zainul Abidin, hlm 30
[5] Muhammad
‘Asri Zainul Abidin, hlm35
[6] Muhammad
‘Asri Zainul Abidin, hlm 55-58
[7] Said
Agil Husin Munawar dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud Studi Kritis Hadis Nabi Pendekatan
Sosio-Historis-Kontekstual, cet-1 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset,
2001) hlm 9-12